Asisten Analis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali
Tulisan ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili lembaga tempat bekerja
“Jauh di mata, dekat di layar” rasanya adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan kemajuan teknologi saat ini. Bayangkan saja, dari layar handphone, kita bisa berkirim pesan dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan, kurang dari hitungan detik. Begitu cepatnya hingga muncul pertanyaan, “apakah melakukan transaksi keuangan juga dapat dilakukan semudah mengirim pesan?”. Nyatanya, teknologi Quick Response Code cukup bisa menjadi salah satu jawabannya. Kita cukup memindai dan memasukkan kata sandi atau bahkan cukup dengan biometrik kita saja. Lalu, pembayaran pun berhasil dilakukan. Tidak berhenti sampai di situ, QR code juga akan dilebarkan sayapnya hingga ke luar negeri.
Inisiatif ini muncul di antara 5 negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, serta Thailand. Inisiatif ini muncul sebagai bagian dari ASEAN-5 Payment Connectivity guna mewujudkan interoperabilitas pembayaran menggunakan QR code. Saat ini, Indonesia dan Thailand sedang berada dalam tahap uji coba (piloting) sejak 17 Agustus 2021 silam. Sementara, Indonesia dengan Malaysia sedang melakukan piloting sejak 27 Januari 2022 silam.
Potensi perluasan inisiatif ini juga terbuka dengan Singapura dan Filipina di mana Indonesia dan Filipina telah memiliki MoU kerja sama sistem pembayaran dan inovasi. Sementara, peluang kerja sama antara Indonesia dan Singapura masih dalam penjajakan kedua negara. Industri kedua negara ini sedang saling mempelajari skema interlinking dan spesifikasi teknis dalam penerapan QR code antar negara.
Rasanya, Indonesia sudah cukup siap untuk menjajal inovasi terbaru di sistem pembayaran ini. Bagaimana tidak? Tingkat penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 77,02% menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) per Juni 2022 yang lalu. Lebih dari itu, indeks literasi digital Indonesia berada di angka 3,49 dari skala 5 menurut Indeks Literasi Digital Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Katadata Insight Center (KIC) pada 2021. Hal ini tentu menjadi peluang yang dapat mendukung terwujudnya pembayaran antar negara (cross border payment), yang salah satunya terdiri dari Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) cross border atau QRIS antarnegara.
Peluang yang tak kalah penting adalah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Pasca pandemi Covid-19, wisatawan mulai berdatangan ke Indonesia. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mencatat terdapat 212.332 kunjungan pada Mei 2022 atau terdapat pertumbuhan wisatawan sebesar 1.382,45% dibandingkan bulan Mei 2021 yang berjumlah 14.323 kunjungan. Dari angka tersebut, wisatawan Australia menduduki peringkat pertama kunjungan terbanyak. Sementara peringkat kedua dan ketiga ditempati oleh wisatawan Singapura dan Malaysia.
Peluang lain hadir dari adanya pergeseran kebiasaan masyarakat menjadi cashless society, salah satunya dengan penggunaan QRIS saat melakukan transaksi pembayaran. Pada laporan Bank Indonesia 2021, disebutkan bahwa jumlah merchant QRIS telah berhasil mencapai 14,3 juta merchant dari target awal sebanyak 12 juta merchant. Antusiasme masyarakat disambut baik oleh Bank Indonesia dengan mencanangkan target 15 juta pengguna baru QRIS pada 2022 ini.
Respons positif masyarakat tentu didorong oleh kemudahan dan manfaat yang dirasakan sendiri oleh masyarakat saat melakukan transaksi pembayaran menggunakan QRIS, baik merchant maupun pembeli. Merchant dapat memperluas pasar karena pembeli dapat melakukan pembayaran dari ‘kantong’ elektroniknya, baik bank maupun non-bank. Bahkan, QRIS dapat dikirimkan kepada pelanggan yang jauh di mata yang kita kenal dengan sebutan QRIS Tanpa Tatap Muka (TTM). Hal-hal inilah yang kemudian melatarbelakangi QRIS terus diperluas hingga ke berbagai negara, dengan terlebih dahulu di 5 negara ASEAN.
Manfaat dari QRIS antarnegara tentunya lebih luas lagi. Tidak hanya bagi pelanggan, namun juga bagi penjual. Pelanggan tidak perlu lagi repot-repot membawa uang kartal dengan jumlah yang sangat banyak saat berkunjung ke negara lain karena semua ada dalam 1 genggaman ponsel pintarnya. Kemudahan ini tentunya akan memperluas pasar penjual. Lebih jauh lagi, mungkin suatu saat nanti QRIS Tanpa Tatap Muka Antarnegara juga dapat dikembangkan untuk diimplementasikan.
Dalam melakukan settlement, QRIS antarnegara menggunakan metode Local Currency Settlement (LCS). LCS sendiri merupakan penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara yang terlibat. Settlement transaksi pada LCS dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah masing-masing negara yang terlibat. Dari sisi makro, hal ini tentu mendukung upaya stabilisasi nilai tukar yang terus digencarkan oleh otoritas moneter.
Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana nasib Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) atau yang biasa kita kenal dengan money changer, apabila QRIS antar negara telah resmi diimplementasikan? Rasanya sama seperti saat ini. Meskipun transaksi uang elektronik sangat marak dilakukan, tetap tidak dapat sepenuhnya menggantikan uang kartal. Demikian pula halnya dengan money changer. Masa depan money changer tetaplah ada.
Dalam mengembangkan QRIS antarnegara ini, tentu terdapat berbagai tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah perbedaan kesiapan infrastruktur di antara negara-negara yang akan diajak kerja sama. Lebih dari itu, perbedaan model bisnis, literasi digital, dan keamanan teknologi juga menjadi tantangan yang perlu diselesaikan bersama. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa kita harus mundur dan menunggu siap seluruhnya untuk mengimplementasikan inovasi ini. Kedua hal ini dapat berjalan beriringan.
Satu hal yang paling penting dalam mewujudkan QRIS antar negara adalah komitmen dari seluruh pihak yang terlibat. Komitmen perlu dimiliki, baik dari sisi pemerintah, otoritas, swasta, serta masyarakat. Lima bank sentral di ASEAN (Bank Sentral Republik Indonesia, Bank Negara Malaysia, Otoritas Moneter Singapura, Bank Sentral Filipina, serta Bank of Thailand) telah berkomitmen untuk dapat mewujudkan inisiatif dari yang semula hanya bilateral menjadi kolektif. Komitmen ini disampaikan oleh kelima gubernur bank sentral tersebut pada perhelatan Festival Ekonomi Keuangan Digital 2022 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali dalam sesi Advancing Digital Economy and Finance: Cross Border Payment. Kebermanfaatan bagi seluruh rakyat menjadi pendorongnya. Tentunya, inisiatif ini diharapkan dapat mewujudkan inklusi keuangan bagi seluruh rakyat Indonesia dan keempat negara, tanpa terkecuali.
Komentar
Posting Komentar